Menteri Keuangan Republik Indonesia telah menerbitkan peraturan No. 213/PMK.03/2016 (“PMK 213”) yang mencakup ketentuan pelaporan Dokumen Induk, Dokumen Lokal, dan Laporan per Negara bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (“transaksi afiliasi”).
Jenis Dokumen
PMK 213 mewajibkan Wajib Pajak untuk menyelenggarakan dan menyimpan tiga jenis dokumen, yaitu :
a. Dokumen Induk (Master File/ “MF”)
b. Dokumen Lokal (Local File/ “LF”), dan/atau
c. Laporan Per Negara (Country by Country Report/ “CbCR”)
Dokumen-dokumen tersebut harus disajikan dalam Bahasa Indonesia. Untuk Wajib Pajak yang memiliki ijin penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, maka Wajib Pajak tersebut dapat membuat dokumen tersebut di atas dalam Bahasa Inggris dan juga disertai terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.
Wajib Pajak yang Wajib Menyelenggarakan MF dan LF
Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi dengan :
a. Nilai peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya dalam 1 Tahun Pajak lebih dari Rp 50 miliar
b. Nilai transaksi afiliasi Tahun Pajak sebelumnya dalam 1 Tahun Pajak :
- lebih dari Rp 20 miliar untuk transaksi barang berwujud, atau
- lebih dari Rp 5 miliar untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga, pemanfaatan barang tidak berwujud, atau transaksi afiliasi lainnya, atau
c. Pihak afiliasi berada di negara/yuridiksi dengan tarif Pajak Penghasilan lebih rendah dari Indonesia.
Wajib Pajak yang Wajib Menyelenggarakan MF, LF, dan CbCR
Wajib Pajak yang merupakan Entitas Induk dari suatu grup usaha yang memiliki peredaran bruto konsolidasi pada Tahun Pajak bersangkutan paling sedikit Rp 11 triliun.
Wajib Pajak berkedudukan sebagai anggota Grup Usaha dan Entitas Induk dari grup usaha merupakan subjek pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyelenggarakan CbCR sepanjang negara/yuridiksi tempat Entitas Induk berdomisili :
a. Tidak mewajibkan penyampaian CbCR;
b. Tidak memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan; atau
c. Memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan namun CbCR tidak dapat diperoleh pemerintah Indonesia dari negara/yuridiksi tersebut.
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (“Arm’s Length Principle”)
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (“Arm’s Length Principle”) tetap harus diterapkan bagi Wajib Pajak yang memiliki transaksi afiliasi, baik diwajibkan maupun tidak diwajibkan untuk menyelenggarkan MF, LF, dan/atau CbCR.
Ketersediaan Data
• MF dan LF wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia pada saat dilakukan transaksi afiliasi.
• CbCR wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir Tahun Pajak.
Batas Waktu Ketersediaan MF, LF, dan CbCR
• MF dan LF harus tersedia paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak dan harus dilampiri dengan surat pernyataan mengenai saat tersedianya MF dan LF ditandatangani oleh pihak yang menyediakan.
• Ikhtisar MF dan LF wajib disampaikan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak yang bersangkutan (Format Ikhtisar MF dan LF diatur dalam Lampiran huruf B dari PMK 213).
• CbCR harus tersedia paling lama 12 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
• Tahun pertama penyampaian CbCR adalah Tahun Pajak 2016 dan wajib disampaikan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak berikutnya.
Informasi dalam MF
MF harus memuat informasi mengenai Grup Usaha paling sedikit sebagai berikut :
a. Struktur dan bagan kepemilikan serta negara atau yurisdiksi masing-masing anggota;
b. Kegiatan usaha yang dilakukan;
c. Harta tidak berwujud yang dimiliki;
d. Aktivitas keuangan dan pembiayaan; dan
e. Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk dan informasi perpajakan terkait Transaksi Afiliasi.
(Rincian dari informasi di atas tercantum dalam Lampiran huruf C dari PMK 213.)
Informasi dalam LF
LF harus memuat informasi mengenai Wajib Pajak paling sedikit sebagai berikut :
a. Identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan;
b. Informasi Transaksi Afiliasi dan transaksi independen yang dilakukan;
c. Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha;
d. Informasi keuangan; dan
e. Peristiwa-peristiwa/kejadian-kejadian/ fakta-fakta non-keuangan yang memengaruhi pembentukan harga atau tingkat laba.
(Rincian dari informasi di atas tercantum dalam Lampiran huruf D dari PMK 213.)
Informasi dalam CbCR
CbCR harus memuat informasi sebagai berikut :
a. Alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitas usaha per negara atau yurisdiksi dari seluruh anggota Grup Usaha baik di dalam negeri maupun luar negeri, yang meliputi nama negara atau yurisdiksi, peredaran bruto, laba (rugi) sebelum pajak, Pajak Penghasilan yang telah dipotong/dipungut/dibayar sendiri, Pajak Penghasilan terutang, modal, akumulasi laba ditahan, jumlah pegawai tetap, dan harta berwujud selain kas dan setara kas (disusun sesuai dengan format dalam Lampiran huruf F dari PMK 213); dan
b. Daftar anggota Grup Usaha dan kegiatan usaha utama per negara atau yurisdiksi (disusun sesuai dengan format dalam Lampiran huruf G dari PMK 213).
Penyusunan CbCR dilakukan melalui pembentukan kertas kerja laporan per negara. (dilampirkan pada laporan per negara dengan format dalam Lampiran huruf E dari PMK 213.)
Sanksi
Dalam hal terjadi keterlambatan dalam penyampaian, maka dokumen yang disampaikan tidak dipertimbangkan. Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajibannya akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan.
Penutup
Peraturan ini menekankan pada kondisi ambang batas dari peredaran bruto atau jenis transaksi atau tarif pajak dari yuridiksi lawan transaksi. Peraturan ini tidak secara jelas menyebutkan pengecualian untuk transaksi domestik yang dikecualikan dari kewajiban menyediakan MF, LF, and/atau CbCR.
Dikarenakan waktu yang terbatas untuk menyediakan MF, LF yaitu 4 bulan setelah akhir tahun pajak maka Wajib Pajak perlu memberikan perhatian khusus untuk dokumentasi ini. Selanjutnya Wajib Pajak diharapkan lebih proaktif dalam penentuan harga transfer sehingga dapat menghindari pengenaan sanksi.